Senin, 08 Mei 2017

Selangor Darul Ehsan


     Kesultanan Selangor di dirikan oleh Raja Lumu bin Daeng Celak atau Sultan Salehuddin Shah Ibni Al Marhum Yamtuan Muda Daeng Celak pada tahun 1756 M. Ia merupakan keturunan Bugis. Sebelum berdiri Selangor telah berada di bawah kekuasaan Melaka. Setelah Melaka mengalami masa kehancurannya, Selangor kemudian menjadi rebutan kerajaan Johor, Aceh dan juga Portugis. Sultan Salehuddin Shah berperan besar melepaskan Selangor dari kekuasaan Johor sehingga kemudian dapat berdiri sendiri.

     Sejarah Kesultanan Melayu Selangor bermula di Kuala Selangor. Namun tidak ada ketua kaum di Kuala Selangor. Hal itu telah menimbulkan keinginan orang Perak dan Kedah untuk menjadi Penghulu di kawasan itu. Malangnya tidak ada seorang pun daripada mereka telah diterima baik oleh penduduk Selangor itu sendiri. Keadaan ini sangat berbeda dengan kedatangan Raja Lumu yang telah diterima baik menjadi yang Di Pertua Negeri Selangor yang pertama.

     Peranan orang Bugis dalam sejarah ‎Malaysia cukup penting sekali. Hal ini dimulai dari pemekaran wilayah Kesultanan Johor Riau. Pada waktu itu Raja Kecil memerintah Johor Riau. Baginda mendirikan pusat pemerintahan di Siak Sri Indrapura. Hal ini menyebabkan Daeng Loklok bergelar Bendahara Husain ingin mengambil alih tempat pemerintahan Johor tetapi hasratnya tidak dipersetujui oleh Raja Kecil. Untuk mendapatkan dukungan/sokongan untuk mendapatkan hasratnya itu, Daeng Loklok kemudiannya menemui Raja Sulaiman untuk menggunakan pengaruh baginda bagi mendapatkan bantuan daripada lima adik beradik Raja Bugis yaitu Daeng Perani, Daeng Menambun, Daeng Merewah, Daeng Chelak, dan Daeng Kemasi.

     Raja Bugis menerima utusan daripada Raja Sulaiman tujuh buah armada perang Bugis terus menuju Riau untuk menyerang Raja Kecil. Dalam serangan itu Raja Kecil telah ditumpaskan dan baginda melarikan diri ke Lingga pada tahun 1728 M. Sebagai balasannya, Raja Sulaiman bersetuju untuk melantik Raja raja Bugis menjadi Yamtuan Besar atau Yang Dipertuan Muda bagi memerintah Johor, Riau, dan Lingga. Selepas Riau jatuh ke tangan Raja Kecil, Raja Bugis telah datang ke Selangor untuk mengumpulkan bala tentera dengan tujuan untuk menyerang Raja Kecil. Raja Bugis dengan 30 buah armada perangnya menuju Riau untuk menawannya kembali. Dalam perjalanan ke Riau, mereka telah menawan Linggi, sebuah daerah di Negeri Sembilan ‎yang pada ketika itu dikuasai Raja Kecil. Apabila mendapat tahu tentang penaklukan itu, Raja Kecil segera ke Linggi untuk menyerang balas.

    Angkatan tentera Bugis telah berpecah dengan 20 buah daripada kapal perangnya meneruskan perjalanan ke Riau dan diketuai oleh tiga orang dari lima adik beradik Raja Bugis. Raja Sulaiman dari Pahang turut datang memberikan bantuan untuk menawan Riau. Dalam peperangan ini mereka telah berhasil menawan Riau. Raja Sulaiman dan Raja Bugis kemudiannya telah mendirikan kerajaan bersama.

     Kegagalan mempertahankan Riau dan menawan Linggi semula dari tangan Bugis menyebabkan Raja Kecil kembali ke Siak. Pada tahun 1729 Bugis sekali lagi menyerang Raja Kecil di Siak semasa Raja Kecil ingin memindahkan alat kebesaran Di Johor yaitu sebuah meriam ke Siak. Setelah berhasil mengambil alat kebesaran tersebut semula Raja Sulaiman kemudiannya ditabalkan sebagai Sultan Johor dengan membawa gelaran Sultan Sulaiman Badrul Alam Shah yang memerintah Johor, Pahang, Riau, dan Linggi.

     Sultan Sulaiman telah melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau. Kemudian adik perempuan baginda, Tengku Tengah, dinikahkan dengan Daeng Parani yang mangkat di Kedah semasa menyerang Raja Kecil di sana. Seorang lagi adik Sultan Sulaiman, Tengku Mandak, dinikahkan dengan Daeng Chelak (1722-1760) yang dilantik sebagai Yamtuan Muda II Riau pada tahun 1730 an. Kemudian anak Daeng Parani, yaitu Daeng Kemboja, dilantik menjadi Yamtuan Muda III Riau (yang juga memerintah Linggi di Negeri Sembilan).

     Anak Daeng Chelak, Raja Haji, telah dilantik sebagai Yamtuan Muda IV Riau. Baginda yang hampir dapat menawan Melaka dari Belanda pada tahun 1784 mangkat setelah ditembak dengan peluru Lela oleh Belanda di Telok Ketapang, Melaka. Baginda dikenali sebagai Almarhum Telok Ketapang.

     Pada tahun 1730 an, seorang Bugis bernama Daeng Mateko yang berhubungan baik dengan Raja Siak mengganggu ketenteraman Selangor. Ini menyebabkan Daeng Chelak dengan angkatan perang dari Riau datang ke Kuala Selangor untuk menangani keadaan ini. Daeng Mateko dapat dikalahkan dan beliau kemudiannya melarikan diri ke Siak. Semenjak itu Daeng Chelak sentiasa berbolak balik dari Riau ke Kuala Selangor.

     Pada tahun 1742 Daeng Chelak ke Kuala Selangor dan beliau bersama sama dengan orang Bugis melancarkan serangan ke atas Perak. Beliau tinggal beberapa lama di Perak sebelum berpindah ke Selangor semula. Semasa berada di Kuala Selangor, Daeng Chelak telah diminta oleh penduduk setempat supaya tetap menetap di situ. Hal inilah rombongan dari Riau memanggil Daeng Chelak pulang ke Riau. Walau bagaimana pun Daeng Chelak telah meminta salah seorang putranya yaitu Raja Lumu datang ke Kuala Selangor. Daeng Chelak akhirnya mangkat pada tahun 1745.


   Ketika Sultan Salehuddin Shah mangkat pada tahun 1778 M, putranya yang bernama Raja Ibrahim Marhum Saleh diangkat sebagai Sultan II Selangor dengan gelar Sultan Ibrahim Shah (1778-1826 M). Semasa pemerintahannya Selangor pernah mengalami sejumlah peristiwa penting. Tepatnya pada tarikh 13 Juli 1784 M bala tentara Belanda menyerang Selangor hingga dapat menguasai Kota Kuala Selangor. Di samping itu Selangor pernah diintervensi oleh Inggris. Hal ini bermula dari kesepakatan kerja sama antara Selangor dengan Perak yang berujung pada perselisihan utang piutang. Robert Fullerton merupakan Gubernur Inggris di Pulau Pinang, melakukan intervensi dengan cara ikut serta menyelesaikan perselisihan di antara mereka.

     Pada tarikh 27 Oktober 1826 M, Raja Muda Selangor diangkat sebagai Sultan Selangor III dengan gelar Sultan Muhammad Shah (1826-1857 M). Ketika memerintah Sultan Muhammad Shah pernah mengalami masalah internal kesultanan. Sejumlah daerah di Selangor seperti Kuala Selangor, Klang, Bernam, Langat, dan Lakut. Hal itu terjadi karena Sultan dianggap oleh sebagian peneliti sejarah tidak mampu menguasai sultan sultan dan pembesar pembesar di daerah tersebut. Meski 31 tahun memerintah, Sultan telah mengembangkan perekonomian kesultanan. Salah satunya mendirikan pabrik biji timah di Ampang.

     Selanjutnya Raja Abdul Samad Raja Abdullah menjadi Sultan Selangor IV dengan gelar Sultan Abdul Samad (1857-1898 M). Ia merupakan anak dari saudara (keponakan) Sultan Muhammad Shah. Pada masa Sultan Abdul Samad, pabrik biji timah telah beroperasi, bahkan sudah mulai dipasarkan ke negeri negeri Selat (Singapore dan Pulau Penang) dan China.

     Pada tahun 1868 M, Sultan Abdul Samad mengangkat menantunya Tengku Dhiauddin ibni Almarhum Sultan Zainal Rashid (Tengku Kudin), sebagai Wakil Yamtuan Selangor. Tidak hanya itu Sultan Abdul Samad juga menyerahkan Langat menjadi milik menantunya itu. 

     Kemajuan perekonomian yang dialami Selangor menyebabkan negeri ini diminati oleh bangsa China. Sejumlah pedagang asal China ada yang melakukan “kerja sama gelap” dengan beberapa pembesar Selangor untuk mengakses kekayaan perekomian negeri ini (belum ditemukan data waktu kejadian ini). Akibat dari siasat negatif ini, Selangor mengalami suasana penuh pertikaian dan peperangan. Pada tahun 1874 M, pihak Inggris memaksa Sultan Abdul Samad untuk menerima Residen Inggris di Klang, Selangor. Dengan cara ini, Inggris dengan leluasa dapat mengintervensi kepentingan dalam negeri Selangor.‎ 

     Selanjutnya Raja Muda Sulaiman dilantik sebagai Sultan Selangor V dengan gelar Sultan Alauddin Sulaiman Shah (1898 - 1938 M). Pada masa pemerintahannya, Selangor mengalami kemajuan cukup pesat yang ditandai dengan pembangunan fisik berupa jalan raya dan landasan kereta api. Ketika itu program pembangunan rumah ditingkatkan, terutama di daerah Klang. Ia dikenal bijaksana dalam memimpin Selangor. Ketika usia pemerintahannya genap 40 tahun ia diberi sambutan yang sangat hangat dari seluruh rakyatnya berupa upacara Jubli Emas di Klang. Pada tarikh 30 Maret 1938 M, ia mangkat dan dimakamkan di Klang dengan gelar “Marhum Atiqullah”.

     Selanjutnya, Putra Sultan Alauddin Sulaiman Shah dilantik sebagai Sultan Selangor VI dengan gelar Sultan Hisamuddin Alam Shah (1938-1942 M). Masa pemerintahan Sultan Hisamuddin Alam Shah tidak begitu lama hanya empat tahun. Hal itu disebabkan karena pada tahun 1942, ia dipaksa turun oleh tentara Jepang yang sebelumnya mampu menguasai seluruh kerajaan Melayu termasuk Selangor.

     Pemerintah Jepang kemudian melantik kakak Sultan Hisamuddin Alam Shah, Tengku Musauddin sebagai Sultan Selangor VII dengan gelar Sultan Musa Ghiatuddin Riayat Shah (1942-1945 M). Pihak Jepang memberikan syarat agar Sultan Hisamuddin Alam Shah mau membantu kakaknya dalam tata kelola pemerintahan. 

     Pada tahun 1945 M terjadi perubahan struktur pemerintahan Selangor. Ketika itu Inggris menguasai kerajaan kerajaan di Semenanjung Malaya, termasuk Selangor. Salah satu bentuk penguasaan Inggris adalah menuntut agar Sultan Hisamuddin Alam Shah kembali memimpin di Selangor. Pada tarikh 31 Agustus 1957 M, Sultan Hisamuddin dilantik sebagai Timbalan Yang Dipertuan Agong Negara Persekutuan Tanah Melayu, sementara itu jabatan Yang Dipertuan Agong pertama kali dipegang oleh Yang di Pertuan Besar Negeri Sembilan, Tuanku Abdul Rahman Ibni Al Marhum Tuanku Muhammad. Ketika Tuanku Abdul Rahman mangkat pada tarikh 1 April 1960 M, Sultan Hisamuddin Alam Shah dilantik sebagai Yang Dipertuan Agong yang kedua. Lima bulan kemudian Sultan Hisamuddin mangkat tepatnya pada tarikh 1 September 1960 M.

     Tahta kekuasaan kemudian dipegang oleh Putra Sulung Sultan Hisamuddin yaitu Raja Abdul Aziz sebagai Sultan Selangor IX dengan gelar Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah (1960 - 2001 M). Ketika berkuasa, ia telah banyak melakukan perubahan dan memberikan kemajuan yang sangat besar bagi rakyat Selangor.

     Pada tarikh 1 Februari 1974, Kuala Lumpur menjadi Wilayah Persekutuan sehingga ibukota Selangor dipindah ke Shah Alam pada tahun 1978. Namun pusat Kesultanan Selangor terletak di Klang. Pada tarikh 22 November 2001 M, Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah meninggal. Putranya yang bernama Tengku Idris Shah kemudian diangkat sebagai Sultan Selangor X dengan gelar Sultan Sharafuddin Idris Shah (2001 M – Sekarang).




Tidak ada komentar:

Baca Artikel Lainnya