Kesultanan Selangor di dirikan oleh Raja Lumu bin Daeng Celak atau
Sultan Salehuddin Shah Ibni Al Marhum Yamtuan Muda Daeng Celak pada
tahun 1756 M. Ia merupakan keturunan Bugis. Sebelum berdiri Selangor
telah berada di bawah kekuasaan Melaka. Setelah Melaka mengalami masa
kehancurannya, Selangor kemudian menjadi rebutan kerajaan Johor, Aceh
dan juga Portugis. Sultan Salehuddin Shah berperan besar melepaskan
Selangor dari kekuasaan Johor sehingga kemudian dapat berdiri sendiri.
Sejarah Kesultanan Melayu Selangor bermula di Kuala Selangor. Namun
tidak ada ketua kaum di Kuala Selangor. Hal itu telah menimbulkan
keinginan orang Perak dan Kedah untuk menjadi Penghulu di kawasan itu.
Malangnya tidak ada seorang pun daripada mereka telah diterima baik oleh
penduduk Selangor itu sendiri. Keadaan ini sangat berbeda dengan
kedatangan Raja Lumu yang telah diterima baik menjadi yang Di Pertua
Negeri Selangor yang pertama.
Peranan orang Bugis dalam sejarah
Malaysia cukup penting sekali. Hal ini dimulai dari pemekaran wilayah
Kesultanan Johor Riau. Pada waktu itu Raja Kecil memerintah Johor Riau.
Baginda mendirikan pusat pemerintahan di Siak Sri Indrapura. Hal ini
menyebabkan Daeng Loklok bergelar Bendahara Husain ingin mengambil alih
tempat pemerintahan Johor tetapi hasratnya tidak dipersetujui oleh Raja
Kecil. Untuk mendapatkan dukungan/sokongan untuk mendapatkan hasratnya
itu, Daeng Loklok kemudiannya menemui Raja Sulaiman untuk menggunakan
pengaruh baginda bagi mendapatkan bantuan daripada lima adik beradik
Raja Bugis yaitu Daeng Perani, Daeng Menambun, Daeng Merewah, Daeng
Chelak, dan Daeng Kemasi.
Raja Bugis menerima utusan daripada
Raja Sulaiman tujuh buah armada perang Bugis terus menuju Riau untuk
menyerang Raja Kecil. Dalam serangan itu Raja Kecil telah ditumpaskan
dan baginda melarikan diri ke Lingga pada tahun 1728 M. Sebagai
balasannya, Raja Sulaiman bersetuju untuk melantik Raja raja Bugis
menjadi Yamtuan Besar atau Yang Dipertuan Muda bagi memerintah Johor,
Riau, dan Lingga. Selepas Riau jatuh ke tangan Raja Kecil, Raja
Bugis telah datang ke Selangor untuk mengumpulkan bala tentera dengan
tujuan untuk menyerang Raja Kecil. Raja Bugis dengan 30 buah armada
perangnya menuju Riau untuk menawannya kembali. Dalam perjalanan ke
Riau, mereka telah menawan Linggi, sebuah daerah di Negeri Sembilan
yang pada ketika itu dikuasai Raja Kecil. Apabila mendapat tahu tentang
penaklukan itu, Raja Kecil segera ke Linggi untuk menyerang balas.
Angkatan tentera Bugis telah berpecah dengan 20 buah daripada kapal
perangnya meneruskan perjalanan ke Riau dan diketuai oleh tiga orang
dari lima adik beradik Raja Bugis. Raja Sulaiman dari Pahang turut
datang memberikan bantuan untuk menawan Riau. Dalam peperangan ini
mereka telah berhasil menawan Riau. Raja Sulaiman dan Raja Bugis
kemudiannya telah mendirikan kerajaan bersama.
Kegagalan
mempertahankan Riau dan menawan Linggi semula dari tangan Bugis
menyebabkan Raja Kecil kembali ke Siak. Pada tahun 1729 Bugis sekali
lagi menyerang Raja Kecil di Siak semasa Raja Kecil ingin memindahkan
alat kebesaran Di Johor yaitu sebuah meriam ke Siak. Setelah berhasil
mengambil alat kebesaran tersebut semula Raja Sulaiman kemudiannya
ditabalkan sebagai Sultan Johor dengan membawa gelaran Sultan Sulaiman
Badrul Alam Shah yang memerintah Johor, Pahang, Riau, dan Linggi.
Sultan Sulaiman telah melantik Daeng Marewah sebagai Yamtuan Muda Riau.
Kemudian adik perempuan baginda, Tengku Tengah, dinikahkan dengan Daeng
Parani yang mangkat di Kedah semasa menyerang Raja Kecil di sana.
Seorang lagi adik Sultan Sulaiman, Tengku Mandak, dinikahkan dengan
Daeng Chelak (1722-1760) yang dilantik sebagai Yamtuan Muda II Riau pada
tahun 1730 an. Kemudian anak Daeng Parani, yaitu Daeng Kemboja,
dilantik menjadi Yamtuan Muda III Riau (yang juga memerintah Linggi di
Negeri Sembilan).
Anak Daeng Chelak, Raja Haji, telah dilantik
sebagai Yamtuan Muda IV Riau. Baginda yang hampir dapat menawan Melaka
dari Belanda pada tahun 1784 mangkat setelah ditembak dengan peluru
Lela oleh Belanda di Telok Ketapang, Melaka. Baginda dikenali sebagai
Almarhum Telok Ketapang.
Pada tahun 1730 an, seorang Bugis
bernama Daeng Mateko yang berhubungan baik dengan Raja Siak mengganggu
ketenteraman Selangor. Ini menyebabkan Daeng Chelak dengan angkatan
perang dari Riau datang ke Kuala Selangor untuk menangani keadaan ini.
Daeng Mateko dapat dikalahkan dan beliau kemudiannya melarikan diri ke
Siak. Semenjak itu Daeng Chelak sentiasa berbolak balik dari Riau ke
Kuala Selangor.
Pada tahun 1742 Daeng Chelak ke Kuala Selangor
dan beliau bersama sama dengan orang Bugis melancarkan serangan ke atas
Perak. Beliau tinggal beberapa lama di Perak sebelum berpindah ke
Selangor semula. Semasa berada di Kuala Selangor, Daeng Chelak telah
diminta oleh penduduk setempat supaya tetap menetap di situ. Hal inilah
rombongan dari Riau memanggil Daeng Chelak pulang ke Riau. Walau
bagaimana pun Daeng Chelak telah meminta salah seorang putranya yaitu
Raja Lumu datang ke Kuala Selangor. Daeng Chelak akhirnya mangkat pada
tahun 1745.
Ketika Sultan Salehuddin Shah mangkat pada tahun 1778 M, putranya
yang bernama Raja Ibrahim Marhum Saleh diangkat sebagai Sultan II
Selangor dengan gelar Sultan Ibrahim Shah (1778-1826 M). Semasa
pemerintahannya Selangor pernah mengalami sejumlah peristiwa penting.
Tepatnya pada tarikh 13 Juli 1784 M bala tentara Belanda menyerang
Selangor hingga dapat menguasai Kota Kuala Selangor. Di samping itu
Selangor pernah diintervensi oleh Inggris. Hal ini bermula dari
kesepakatan kerja sama antara Selangor dengan Perak yang berujung pada
perselisihan utang piutang. Robert Fullerton merupakan Gubernur Inggris
di Pulau Pinang, melakukan intervensi dengan cara ikut serta
menyelesaikan perselisihan di antara mereka.
Pada tarikh 27
Oktober 1826 M, Raja Muda Selangor diangkat sebagai Sultan Selangor III
dengan gelar Sultan Muhammad Shah (1826-1857 M). Ketika memerintah
Sultan Muhammad Shah pernah mengalami masalah internal kesultanan.
Sejumlah daerah di Selangor seperti Kuala Selangor, Klang, Bernam,
Langat, dan Lakut. Hal itu terjadi karena Sultan dianggap oleh sebagian
peneliti sejarah tidak mampu menguasai sultan sultan dan pembesar
pembesar di daerah tersebut. Meski 31 tahun memerintah, Sultan telah
mengembangkan perekonomian kesultanan. Salah satunya mendirikan pabrik
biji timah di Ampang.
Selanjutnya Raja Abdul Samad Raja Abdullah
menjadi Sultan Selangor IV dengan gelar Sultan Abdul Samad (1857-1898
M). Ia merupakan anak dari saudara (keponakan) Sultan Muhammad Shah.
Pada masa Sultan Abdul Samad, pabrik biji timah telah beroperasi, bahkan
sudah mulai dipasarkan ke negeri negeri Selat (Singapore dan Pulau
Penang) dan China.
Pada tahun 1868 M, Sultan Abdul Samad
mengangkat menantunya Tengku Dhiauddin ibni Almarhum Sultan Zainal
Rashid (Tengku Kudin), sebagai Wakil Yamtuan Selangor. Tidak hanya itu
Sultan Abdul Samad juga menyerahkan Langat menjadi milik menantunya itu.
Kemajuan perekonomian yang dialami Selangor menyebabkan negeri ini
diminati oleh bangsa China. Sejumlah pedagang asal China ada yang
melakukan “kerja sama gelap” dengan beberapa pembesar Selangor untuk
mengakses kekayaan perekomian negeri ini (belum ditemukan data waktu
kejadian ini). Akibat dari siasat negatif ini, Selangor mengalami
suasana penuh pertikaian dan peperangan. Pada tahun 1874 M, pihak
Inggris memaksa Sultan Abdul Samad untuk menerima Residen Inggris di
Klang, Selangor. Dengan cara ini, Inggris dengan leluasa dapat
mengintervensi kepentingan dalam negeri Selangor.
Selanjutnya
Raja Muda Sulaiman dilantik sebagai Sultan Selangor V dengan gelar
Sultan Alauddin Sulaiman Shah (1898 - 1938 M). Pada masa
pemerintahannya, Selangor mengalami kemajuan cukup pesat yang ditandai
dengan pembangunan fisik berupa jalan raya dan landasan kereta api.
Ketika itu program pembangunan rumah ditingkatkan, terutama di daerah
Klang. Ia dikenal bijaksana dalam memimpin Selangor. Ketika usia
pemerintahannya genap 40 tahun ia diberi sambutan yang sangat hangat
dari seluruh rakyatnya berupa upacara Jubli Emas di Klang. Pada tarikh
30 Maret 1938 M, ia mangkat dan dimakamkan di Klang dengan gelar “Marhum
Atiqullah”.
Selanjutnya, Putra Sultan Alauddin Sulaiman Shah
dilantik sebagai Sultan Selangor VI dengan gelar Sultan Hisamuddin Alam
Shah (1938-1942 M). Masa pemerintahan Sultan Hisamuddin Alam Shah tidak
begitu lama hanya empat tahun. Hal itu disebabkan karena pada tahun
1942, ia dipaksa turun oleh tentara Jepang yang sebelumnya mampu
menguasai seluruh kerajaan Melayu termasuk Selangor.
Pemerintah
Jepang kemudian melantik kakak Sultan Hisamuddin Alam Shah, Tengku
Musauddin sebagai Sultan Selangor VII dengan gelar Sultan Musa
Ghiatuddin Riayat Shah (1942-1945 M). Pihak Jepang memberikan syarat
agar Sultan Hisamuddin Alam Shah mau membantu kakaknya dalam tata kelola
pemerintahan.
Pada tahun 1945 M terjadi perubahan struktur
pemerintahan Selangor. Ketika itu Inggris menguasai kerajaan kerajaan di
Semenanjung Malaya, termasuk Selangor. Salah satu bentuk penguasaan
Inggris adalah menuntut agar Sultan Hisamuddin Alam Shah kembali
memimpin di Selangor. Pada tarikh 31 Agustus 1957 M, Sultan Hisamuddin
dilantik sebagai Timbalan Yang Dipertuan Agong Negara Persekutuan Tanah
Melayu, sementara itu jabatan Yang Dipertuan Agong pertama kali dipegang
oleh Yang di Pertuan Besar Negeri Sembilan, Tuanku Abdul Rahman Ibni Al
Marhum Tuanku Muhammad. Ketika Tuanku Abdul Rahman mangkat pada tarikh 1
April 1960 M, Sultan Hisamuddin Alam Shah dilantik sebagai Yang
Dipertuan Agong yang kedua. Lima bulan kemudian Sultan Hisamuddin
mangkat tepatnya pada tarikh 1 September 1960 M.
Tahta kekuasaan
kemudian dipegang oleh Putra Sulung Sultan Hisamuddin yaitu Raja Abdul
Aziz sebagai Sultan Selangor IX dengan gelar Sultan Salahuddin Abdul
Aziz Shah (1960 - 2001 M). Ketika berkuasa, ia telah banyak melakukan
perubahan dan memberikan kemajuan yang sangat besar bagi rakyat
Selangor.
Pada tarikh 1 Februari 1974, Kuala Lumpur menjadi
Wilayah Persekutuan sehingga ibukota Selangor dipindah ke Shah Alam pada
tahun 1978. Namun pusat Kesultanan Selangor terletak di Klang. Pada tarikh 22 November 2001 M, Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah
meninggal. Putranya yang bernama Tengku Idris Shah kemudian diangkat
sebagai Sultan Selangor X dengan gelar Sultan Sharafuddin Idris Shah
(2001 M – Sekarang).